7 Februari 2014
Seseorang pasti mempunyai pegangan kemudi
dalam hidupnya. Entah itu orang yang dicintainya, entah itu dendam ingin
mengalahkan seseorang, entah itu hanya obsesi gila atau apapun lah namanya.
Atau hanya sekedar ingin hidup?
Itu juga termasuk pegangan. Itupun, aku harus
belajar dari seseorang.
Aku pernah menanyakan kepada seseorang
tentang tujuannya hidup di dunia ini.
Dengan santai dan tanggapnya dia menjawab
“Aku cuman pengen hidup. Tujuanku hidup ya
hidup”
Aku diam.
Diam bukan karna terkesima dengan jawabannya.
Tapi diam karna aku heran.
Masa’ sih dia tak punya tujuan atau cita-cita
ingin sesuatu atau apalah.
Dengan gampangnya aku menjudge orang itu tak
punya impian. Hanya sekedar hidup !
Beberapa hari kemudian aku bertemu dengan
temanku. Bisa dibilang, dia salah satu cahayaku disini.
“Aku heran sama temanku. Aku bertanya sama
dia tentang tujuannya hidup didunia itu apa. Tapi dia cuman jawab aku cuman
pengen hidup, gitu aja”
Dia cuman ketawa. Entah menertawai aku atau
cerita ku itu.
Dia lalu bilang gini
“Koe ki loh yul, lucu. Udah jelas gitu dia
punya tujuan kok koe bilang nda punya tujuan. Dia bilang kalau dia cuman pengen
hidup kan? Nah, itu lah tujuannya. Tujuan hidupnya adalah pengen hidup. Pengen
terus hidup. Itu keinginannya. Keinginan yang tak kau dan dia sadari”
Aku diam.
Lagi-lagi aku cuman bisa diam kalau melawan
lenteraku satu ini
Dia benar lagi
Entah karna pikiran ku ini terlalu sempit
atau karna aku memang tak bisa membuka lebar mataku kepada seseorang, siapapun
itu.
Kebiasaan itu pun terulang lagi
Ada seseorang yang jelas-jelas ada untukku
Seseorang yang berusaha menjaga perasaanku
Seseorang yang berusaha membuatku tersenyum
Dan kini, seakan terkesan aku siakan.
Bukan tanpa alasan, tapi karna kebiasaanku
itu tadi
Aku terlalu mudah menjudgenya.
Aku tegaskan, AKU TAK MENYIAKANNYA
Hanya saja, hatiku belum bisa menerima
kehadiran perasaannya, bukan dia.nya. Kehadiran perasaannya maksudnya, aku
belum bisa membalas apa yang dia berikan kepadaku.
Sayang pasti ada.
Tapi kalau cinta? Aku nggak mau. Bukan nggak bisa !
“Kamu itu, mau melangkah bingung kaki kanan
atau kaki kiri, padahal itu semua benar. Berhenti berjalan, kapan sampainya?”
“Kalau ingin berhenti, langsung
stop! Kalau mau jalan, lanjutkan!”
Koar-koarnya si Abang :D *abang mana lagi ini
-_- | Iya iya, pasti cerita kalau tentang si abang ini. Pasti !! *nb : kalau
inget :D
Oke. Oke. Abangku sayang. Akan aku renungkan
nasehatmu itu. *halah
“Sebenarnya ada banyak yang
melebihi dia, tapi kita hanya melihat dia saja, tanpa mau membuka mata dan
melihat betapa banyak orang yang baik kayak dia.
Urusan nyesel, mungkin kita akan
menyesal karena hal yang kita pilih.
Tapi hidup ini pilihan, pilihan
antara yang sangat baik dan yang sangat baik. Tapi diantara itu, ada satu yang
unggul diantara mereka. Nyesel pasti suatu saat ada. Tapi ini pilihanmu. Apakah
kau mau jalan ditempat atau berjalan? Mau jalan lambat atau berlari. Semua ada
resikonya yul”
Kali ini, koar-koarnya si tiwi *oh iya, aku
belum pernah cerita tentang tiwi ya, ntar deh ya | Piss wie :D :*
Begitulah mereka. Menasehatiku dengan
kata-kata yang mereka pahami, alami, rasakan, indah dan nyaman. Soffel *loh kan
ngawur kemana-mana | Mendingan soffel lah daripada salonpas | -_- Maafkan dia
Tuhan
Yang pasti, terimakasih kepada kalian berdua
yang telah menyempatkan waktu dan pulsanya (padahal gratisan) untuk
memberikanku harapan dan semangat dalam menjalani hidup yang sangat kejam ini.
Oh Tuhan, adilkah ini? *mulai kan drama -_-
Tapi serius ini Bang, Wie. Kalian itu salah
satu diantara lentera-lentera ku yang lain. Lentera yang tak ku duga. Kalau tak
percaya, coba kalian ingat bagaimana kita bisa sedekat itu? Aku saja lupa
bagaimana cerita kita menjadi seperti ini *cerita apaan? Belum cerita elu wooi
| Udah, kapan-kapan gua ceritain, sabar napa :P
Lanjut ke galau ku >>
Aku
masih saja berfikir. Membiarkan waktu mencari jalannya sendiri. Membiarkan
waktu bertemu. Dan membiarkan diriku malam itu tertidur dengan ketenangan hati
tanpa adanya jawaban pasti.
Komentar
Posting Komentar