Kalau mengingat masa ketika kau dan aku masih menjadi
kita, rasanya unik ya?
Berawal dari perkenalan yang ‘terpaksa’,
kebetulan kepindahanku di kota ini Tuhan menempatkanku bersebelahan dengan
rumahmu.
Tahun pertama dan kedua kita sama
sekali tidak menunjukkan hal lebih dari sekedar tetangga. Bertemu pun jarang. Kau
sibuk dengan duniamu, begitu pun aku.
Memasuki Januari tahun ketigaku di kota
ini, entah bagaimana kau dan aku mulai intens ‘chat-chatan’ yang tadinya hanya
sekedar basa-basi sampai ke arah gombalan andalanmu. Yang tadinya kita hanya
berpapasan di gang rumah, berganti menjadi hang
out bareng dan itu sering.
Bukankah cinta itu berawal dari sebuah pertemanan?
Sesingkat itu kita terbentuk. Bermodalkan
visi dan misi yang sama, kita menjalani hubungan yang lebih dari sekedar teman.
Cinta itu harusnya bahagia, bila tidak bahagia mungkin
salah pilih
Cukuplah setahun kau dan aku menjadi
kita.
Cukup banyak rasa yang kudapat bukanlah bahagia.
Cukuplah kau bermain-main dengan waktu dan asa.
Cukup banyak rasa yang kudapat bukanlah bahagia.
Cukuplah kau bermain-main dengan waktu dan asa.
Aku menyerah. Visimu tak lagi ku rasa. Visimu
tak lagi kau perjuangkan. Kau sibuk bermain-main dengan hal-hal yang mampu
membuatku meninggalkanmu.
Kau lupa pernah menaruh asa di sini? Kau lupa ada yang menaruh jiwanya disini? Itu hatiku.
Iya, aku salah pilih. Seharusnya bukan kamu yang aku pilih untuk menyandarkan benda yang mudah rapuh ini. Seharusnya bukan kamu.
Kau lupa pernah menaruh asa di sini? Kau lupa ada yang menaruh jiwanya disini? Itu hatiku.
Iya, aku salah pilih. Seharusnya bukan kamu yang aku pilih untuk menyandarkan benda yang mudah rapuh ini. Seharusnya bukan kamu.
Tepat satu tahun kau dan aku menjadi kita, ini saatnya
aku melepaskanmu. Mengajarimu arti penting sebuah kepercayaan. Arti penting
sebuah amanah yang harus dijaga.
Kamu tau ciri-ciri orang munafik? Jika
ia berkata ia dusta. Jika ia berjanji ia ingkar. Jika ia diberi amanah ia khianat.
Kamu masih ingat aku dulu meminta apa? Bagaimana engaku bisa menjadi Imam ku bila engkau saja belum mampu menjadi Imam untuk dirimu sendiri.
Kamu masih ingat aku dulu meminta apa? Bagaimana engaku bisa menjadi Imam ku bila engkau saja belum mampu menjadi Imam untuk dirimu sendiri.
Bagiku, sudah ku rasa cukup satu tahun ini aku
menghabiskan waktuku denganmu
Bukankah sudah terlalu sering aku
menasehatimu.
Bukankah sudah terlalu banyak aku sabar menerima kesalahanmu.
Bukankah sudah terlalu dalam kau melukai apa yang harusnya kau jaga.
Bukankah sudah terlalu banyak aku sabar menerima kesalahanmu.
Bukankah sudah terlalu dalam kau melukai apa yang harusnya kau jaga.
Jikapun kita berjodoh, biarkan Tuhan bekerja dengan
keajaiban-Nya
Sudah lebih dari sebulan ini kita
berjalan masing-masing. Terkadang dalam lamunanku muncul semburat indah
menggambarkanmu, kebiasaan mu yang sering membangunkan tidur siangku, raut
wajahmu yang terlihat khawatir ketika aku sakit, menyuiri ayamku ketika kita
makan bersama dan menemanimu mendorong gerobak mie saat malam hari. Masih
banyak hal lain yang membuatku merindukanmu sebenarnya.
Rencana Tuhan tak ada yang tau
ujungnya. Biarlah kini kita mengejar mimpi masing-masing. Masih banyak tanggung
jawab yang harus diselesaikan. Ku doakan semoga kau dan aku bisa membahagiakan
mereka yang menyandarkan harapannya pada bahu-bahu ini.
Jikapun tidak, cukuplah menjadi kenangan dan pelajaran
untuk hubungan lain dimasa depan
Janganlah menganggapku menaruh dendam
ataupun benci terhadapmu. Jika kau mengenalku, sungguh aku adalah wanita yang
tak bisa membenci walau cintaku kau sia-siakan.
Hiduplah dengan sebaik-baiknya sudah cukup membuatku tenang :)
Hiduplah dengan sebaik-baiknya sudah cukup membuatku tenang :)
Komentar
Posting Komentar