Langsung ke konten utama

My First Love? Like? Obsession?



Tepatnya saat di Sekolah Dasar. Bagiku, jenjang SD itu adalah jenjang sekolahku yang paling berkesan, tak bisa ku pungkiri. Walau memang, tak begitu banyak yang tau tentang itu, tapi ada banyak yang berperan disini.

Cerita ini dimulai ketika aku duduk dikelas 5. Saat itu, aku mulai merasa nyaman dengan seseorang.

Dia Irfan.
Yang aku tahu, saat itu aku hanya berpikir agar bisa slalu bermain bersamanya. Tak lebih.

Aku slalu berusaha menjadi yang terbaik dikelasku. Slalu berusaha menjadi peringkat satu dikelasku. Agar dia melihatku. Karna, saat itu aku berpikir, bagaimana bisa dia mau mendekatiku jika aku bodoh. Aku harus pintar, aku harus bisa.

Percuma.
Saat kelas 6 SD, dia menyatakan perasaannya.
Tapi bukan untukku, untuk temanku.
Tak ada perasaan kecewa, tak ada perasaan apa.apa.

Tau apa anak yang berumur 11 tahun tentang perasaannya?
Tak ada. Semua berjalan alami.
Hanya ingin selalu bermain dan dekat bersamanya.

Sampai saat ini, masih ku simpan barang pemberianmu. Mungkin kau sudah lupa, karna memang saat itu tak ada yang spesial antara kita. Perasaan ini hanya satu arah saja. Aku kepadamu.

Masa kebersamaan kita pun berakhir. Memasuki SMP.
Kita semakin besar. Aku masih belum mengerti perasaan apa ini.
Dan aku rasa, kau juga sudah mulai mengerti tentang perasaanku.
Kau menjauhiku.
Aku takut.
Aku takut kalau aku tak bisa lagi dekat denganmu. Aku takut kalau kau tak bisa lagi bercanda denganku.
Aku takut, kau membenciku karna perasaanku ini terhadapmu.

Malam itu, aku menangis.
Aku menangis untuk pertama kalinya dikarenakan perasaan takutku akan kehilangan kau. Kau orang pertama yang membuatku menangis. Sejak itu, hampir setiap hari dan setiap malam aku menangis

Aku bingung. Kenapa aku begini. Tak pernah ada apa.apa diantara kita. Tak pernah ada kejadian istimewa antara kita. Tapi kenapa aku takut seperti ini. Aku benar-benar takut. Aku takut kau membenciku.

Tiba saatnya kau pergi.
Sampai pada kepergianmu, aku masih melakukan tangisanku itu. Entah apa yang sebenarnya aku rasakan.
Sampai pada akhirnya, aku mulai mengajak hatiku untuk menyembunyikanmu saja. Sampai saat ini.

Aku terlalu takut mengingatmu
Aku terlalu takut untuk membuka semua harapanku.
Terlalu dalam, terlalu tinggi harapanku.

Bagiku, kau adalah bagian dari masa laluku, masa kecilku yang entah mengapa sampai sekarang masih menemaniku. Menemani hatiku, menemani semua mimpiku.

Satu persatu semua impian-impianku saat SD dulu di ijabah Tuhanku. Hanya satu yang belum.
Kau. Irfan. Kau yang slalu bersembunyi di dasar hatiku.

Sampai saat ini, sampai aku sebesar ini aku masih belum paham apa sebenarnya perasaanku ini.
Kalau memang kau hanya bagian dari obsesiku semata, kenapa harus setakut ini, kenapa harus ada airmata.
Kalau memang ini cinta, kenapa aku takut untuk menyatakannya, aku takut memilikimu.
Kalau memang ini sayang, aku tak tahu sayang jenis apa ini.
Kalau memang ini hanya sekedar suka, kenapa harus selama ini.

Aku MASIH menunggu, hari dimana Tuhan membuatnya tau tentang perasaanku ini. Dan hari dimana dia juga mengatakan kepadaku jika dia memiliki perasaan yang sama sepertiku.

*Tuhan, Engkau yang tahu bagaimana aku, bagaimana dia. Tak ada sutradara hebat selain Engkau. Aku yakin, Engkau mempunyai cerita sendiri untuk perasaanku ini. Aku tak mau, perasaan indah yang aku bungkus rapi selama ini hanya sia-sia. Buat aku bahagia telah memiliki perasaan ini kepadanya Tuhan. Apapun itu, dengan senang hati akan ku terima ^_^

Tak terasa, air itu menetes lagi. Terlalu indah rasa ini Tuhan, indah sekali :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maafkan Penulis karna sedang melewati masa-masa kritis

Waktu kembali meminta ragaku dan ragamu saling menjauh. Perlahan hati ini mulai mencari jalannya sendiri. Mulai meniti kesedihan yang pernah terukir. Sempat aku menyesal memulai kisah yang hampir sempurna ini. Hati ini kembali menggetarkan pipi. Mengundang tangis yang hampir saja mereda. Mata ini melihat sesosok rasa yang mencoba disembunyikan. Sia sia. Rasa itu mengoyak keluar. Menggores hati yang selama ini mencoba mengekang. Kini rasa itu menghancurkan segalanya. Malam ini aku kembali menjerit dalam doa. Tangisku tumpah turun membasahi penutup shalatku. Doa yang terpanjatkan lebih terdengar seperti lolongan minta tolong. Ini titik terlemahku. Aku baru saja bertemu kembali dengan dia yang entah masih aku cinta atau tidak. Pertemuan singkat namun mampu membuatku kembali harus membangun benteng pertahanan. Kalau boleh aku meminta, aku tidak ingin pertemuan kemarin terjadi. Air mataku semakin deras turunnya. Kembali aku mengusap air mata ini. Menahan rasa sesak ya...

22 Agustus 2012

Ku melihatnya di.bawah, mengambil sebuah cincin, berwarna biru. Aku berteriak “maling”!!! Dia mendatangi.ku. “Kenapa?” kata.ku. Dia menunjuk sebuah foto. “Itu ayahmu yah, kalo dia kenapa-kenapa gmna yah?” “Kau mau apain ayah.ku, nda akan bisa kau apa-apain dia, kau tu Tar, knpa juga kau begitu, mau sampai kapan kau begini. Senang.kah kau dibicarakan orang, senang kau dibenci sama orang, sudahlah Tar, tua bha sudah kita nie.” Aku terdiam sejenak, mengambil napas panjang, dan tanpa aku sadari aku mengatakannya.  “Sebenarnya aku tu sayang bha sama kau Tar (wajahnya terlihat kaget), tapi ya…” Mata.ku terbuka. Aku terdiam. Wajahnya masih ku ingat jelas, hingga aku menuliskan ini, senyum kagetnya itu masih terasa berada di depanku. *Tar = Muktar *Muktar = Temen SDku yang pernah aku suka waktu itu, dan sekarang dia sudah berada ditempat yang berbeda. I hope he Rest In Peace :)

Aku Kembali dari Kematian Pikiranku

Aku tidak tahu kapan tepatnya aku mulai melupakan sisi diri ku yang senang menulis. Ya seperti saat ini, hari ini tanggal 17 November 2024 Tuhan mengajakku bernostalgia dengan membawa ku kembali ke masa itu. Masa dimana aku mampu menikmati hidup, merenungi setiap hal dan kejadian, mengistimewakan setiap momen yang terjadi dan tidak tau bagaimana rasanya kelelahan.  Hari ini, Tuhan mengajarkan aku bahwa beberapa tahun kebelakang adalah tanda bahwa aku hanyalah manusia. Manusia adalah tempat lupa dan lalai. Begitupun aku, yang lupa apa yang membuat aku hingga sampai disini. Ingin rasanya aku segera rangkum semuanya, tapi kalau seperti itu, aku akan melewatkan momen spesialnya dari setiap kejadian. “ Karna tidaklah terjadi suatu kejadian agar bisa kita petik hikmahnya ” ini adalah kalimat yg membayangi ku beberapa hari terakhir. Selalu terngiang dan membuatku terasa sangat sesak beberapa hari ini. Apakah mungkin karna ini? Karna Tuhan ingin aku kembali menuliskan semua momen itu untuk...