Langsung ke konten utama

Ayah, yang terbaik bagimu. Bagian (1)

18 Desember 2013

Beberapa hari ini, aku merasa sepi.
Ada sesuatu yang hilang
Ada sesuatu yang aku rindukan
Sesuatu yang membuatku lebih kuat dari biasanya

Ternyata aku merindukannya
Sosok yang selama ini menjadi sandaranku
Sosok yang selama ini membuatku ingin menjadi sepertinya

Nagaku :)
Ayah terhebatku :)

Masih terasa hangat pelukannya.
Masih terasa hembusan napas sayangnya

Ayah,
Dengarlah, semuanya masih terasa.

Teriakanmu
Sentakanmu.
Marahmu
Candamu
Senyummu

Aku merindukanmu. Merindukan semuanya.
Merindukan suasana berdua bersamamu.
 

Teringat masa kecilku
Kau peluk dan kau manja

Masih teringat jelas saat waktu itu aku berumur 6 tahun.
Waktu itu rumah kita masih sangat sederhana, rumah yang kau kontrak sejak awal pernikahanmu. Dan dirumah itulah aku lahir. Ari-ariku pun ditimbun disana. Sangat jelas. Masih sangat jelas.

Malam itu, aku ingin pipis. Aku membangunkanmu untuk menemaniku. Aku takut Yah, aku takut gelap. Apalagi rumah kita saat itu kamar mandinya berada diluar rumah, jauh dibelakang.
Tapi, kau menyuruhku pergi sendiri. Aku berkeras tak mau. Kau menyentakku, mungkin karna memang kau sudah tak tahan dengan kerewelanku. Spontan aku menangis. Hati kecilku masih rapuh untuk menahan sentakanmu. Aku masih menangis, merengek memintamu mengantarku karna aku sudah tak tahan menahan pipisku. 


Indahnya saat itu

Buatku melambung
Disisimu terngiang
Hangat nafas segar harum tubuhmu

“Pergi sendiri, nggak ada apa-apa” sentak Ayah.
Dengan sesenggukan aku menjawab dengan polosnya
“Yuli takut gelap Yah, ada hantu”
“Nggak ada hantu!”

Kau lalu menarik tangan kecilku. Memaksaku untuk pergi sendiri. Sambil menangis ku paksakan kaki ku melangkah keluar perlahan. Aku terus menangis. Setibanya dikamar, aku masih menangis. Menangisi rasa sakit hati kecilku akibat sentakanmu tadi Yah. Dengan mata sembab, aku tertidur.

Sampai saat ini aku ingat Yah, aku ingat betapa sedihnya aku saat itu. Aku merasa kau tak menyayangiku. Bagiku, kau Ayah yang jahat. Sejak saat itu, aku membuat batas antara kau dan aku.

Kau tuturkan segala mimpi-mimpi
Serta harapanmu


Aku mencintaimu Yah, sangat mencintaimu.
Dengarlah, disini aku berusaha untuk tidak mengecewakanmu.
Maaf kalau aku belum bisa menjadi anak yang bisa kau banggakan.
Maaf kalau aku belum bisa mewujudkan semua mimpi-mimpimu
Tapi, percayalah Yah, aku selalu berusaha menjadi seperti apa yang kau inginkan, walau kadang aku lupa, walau kadang aku kehilangan arah, walau kadang aku kehilangan kemudiku.
Tapi, setiap aku mengingat dan merindukanmu seperti malam ini, aku layaknya mendapat semangat baru. Semangat untuk terus berusaha menjadi alasan senyummu

Tunggulah Yah.
Tunggu aku, sampai aku bisa mewujudkan mimpimu, mimpiku, mimpi kita.

Backsound : Ada Band-Yang Terbaik Bagimu
Entah berapa banyak tetes air mata yang jatuh sejak aku mendengarkan lagu ini sampai akhirnya tulisan ini pun selesai.

Ayah, baik-baik lah :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maafkan Penulis karna sedang melewati masa-masa kritis

Waktu kembali meminta ragaku dan ragamu saling menjauh. Perlahan hati ini mulai mencari jalannya sendiri. Mulai meniti kesedihan yang pernah terukir. Sempat aku menyesal memulai kisah yang hampir sempurna ini. Hati ini kembali menggetarkan pipi. Mengundang tangis yang hampir saja mereda. Mata ini melihat sesosok rasa yang mencoba disembunyikan. Sia sia. Rasa itu mengoyak keluar. Menggores hati yang selama ini mencoba mengekang. Kini rasa itu menghancurkan segalanya. Malam ini aku kembali menjerit dalam doa. Tangisku tumpah turun membasahi penutup shalatku. Doa yang terpanjatkan lebih terdengar seperti lolongan minta tolong. Ini titik terlemahku. Aku baru saja bertemu kembali dengan dia yang entah masih aku cinta atau tidak. Pertemuan singkat namun mampu membuatku kembali harus membangun benteng pertahanan. Kalau boleh aku meminta, aku tidak ingin pertemuan kemarin terjadi. Air mataku semakin deras turunnya. Kembali aku mengusap air mata ini. Menahan rasa sesak ya...

22 Agustus 2012

Ku melihatnya di.bawah, mengambil sebuah cincin, berwarna biru. Aku berteriak “maling”!!! Dia mendatangi.ku. “Kenapa?” kata.ku. Dia menunjuk sebuah foto. “Itu ayahmu yah, kalo dia kenapa-kenapa gmna yah?” “Kau mau apain ayah.ku, nda akan bisa kau apa-apain dia, kau tu Tar, knpa juga kau begitu, mau sampai kapan kau begini. Senang.kah kau dibicarakan orang, senang kau dibenci sama orang, sudahlah Tar, tua bha sudah kita nie.” Aku terdiam sejenak, mengambil napas panjang, dan tanpa aku sadari aku mengatakannya.  “Sebenarnya aku tu sayang bha sama kau Tar (wajahnya terlihat kaget), tapi ya…” Mata.ku terbuka. Aku terdiam. Wajahnya masih ku ingat jelas, hingga aku menuliskan ini, senyum kagetnya itu masih terasa berada di depanku. *Tar = Muktar *Muktar = Temen SDku yang pernah aku suka waktu itu, dan sekarang dia sudah berada ditempat yang berbeda. I hope he Rest In Peace :)

Aku Kembali dari Kematian Pikiranku

Aku tidak tahu kapan tepatnya aku mulai melupakan sisi diri ku yang senang menulis. Ya seperti saat ini, hari ini tanggal 17 November 2024 Tuhan mengajakku bernostalgia dengan membawa ku kembali ke masa itu. Masa dimana aku mampu menikmati hidup, merenungi setiap hal dan kejadian, mengistimewakan setiap momen yang terjadi dan tidak tau bagaimana rasanya kelelahan.  Hari ini, Tuhan mengajarkan aku bahwa beberapa tahun kebelakang adalah tanda bahwa aku hanyalah manusia. Manusia adalah tempat lupa dan lalai. Begitupun aku, yang lupa apa yang membuat aku hingga sampai disini. Ingin rasanya aku segera rangkum semuanya, tapi kalau seperti itu, aku akan melewatkan momen spesialnya dari setiap kejadian. “ Karna tidaklah terjadi suatu kejadian agar bisa kita petik hikmahnya ” ini adalah kalimat yg membayangi ku beberapa hari terakhir. Selalu terngiang dan membuatku terasa sangat sesak beberapa hari ini. Apakah mungkin karna ini? Karna Tuhan ingin aku kembali menuliskan semua momen itu untuk...