Langsung ke konten utama

Tahapan hormon remaja.ku :P

Ngomong-ngomong soal remaja, aku mau cerita sedikit (bener loh ya sedikit, awas kalo banyak!) tentang masa remajaku. Sebelum aku bicara jauh (jauh? emank ceritanya sampai arab? -_-) tentang masa remaja, aku ingin memberitahu kalau dalam kehidupan remajaku itu, tahapannya terbagi dalam beberapa fase.

Fase pertama : Ketika aku menyadari kalau aku ini sudah besar. Sudah tidak terlalu membutuhkan orang tua lagi. Saat dimana aku mulai tidak nyaman dengan keadaan yang biasanya aku jalani. Jujur ini yah, saat aku melewati fase pertama ini, aku itu berubah jadi anak yang over dramatis dalam segala hal, terutama pendapatku terhadap orang tuaku.
Sudah aku cerita belum tentang asal usul orang tuaku (ya mana aku tau, situ yang punya cerita, kok malah nanya sama yang baca) mungkin kira-kira gini kali yah yang ada dihati para pembaca, haha piss broo, namanya juga manusia pikun ya kayak gini. Tapi, kalau belum tau intinya gini orang tuaku itu kan dua-duanya guru.
Nah, tau sendirilah kalau bicara masalah pendidikan terhadap anak-anaknya itu sangat overprotect (menurutku). Ini ngak boleh, itu ngak boleh, ini itu ngak boleh, intinya ribet -_-. Dulu, sebelum ada fase pertama muncul, aku sih nyaman-nyaman saja, ngak terlalu peduli ini itu, tapi ketika hormon remajaku mulai terproduksi, kehidupan dan pikiranku juga mulai terusik.

Tadikan aku bilang kalau aku berubah jadi anak yang over dramatis (trus -_-?). Nah lo, bayangkan saja (harus dibayangkan!), anak SMP kelas 3 berpikir kalau orang tuanya itu ngak peduli tentang dirinya (over banget ngak tuh anak). Entah apa dan kenapa aku mulai berpikir dan menuliskannya dibuku harianku. Apa yang aku tulis? Aku menuliskan kalau orang tuaku menganggapku itu seperti robot. Robot? (ngak ada yang lebih over lagikah? -_-) Iya robot, robot yang bisa diperintah apa saja sesuai keinginan si pemilik robot. Bukan apa-apa sih, tapi memang kenyataannya seperti itu (halah, kau saja tuh yang over memang :P).
Haha, nggak gitu, tapi andaikan kalian memiliki posisi seperti aku, pasti kalian berpikiran sama denganku (iya sama, kalau aku over kayak kamu -_-). Cukup sampai disini fase pertama, ngak usah dipanjang-panjangin (loh, siapa juga yang mau panjang-panjangin, idiot -_-)

Fase kedua : Nah, ini sudah agak agresif (hah, over banget deh). Saat dimana aku sudah mulai berani lari dari ketentuan yang ada. Ketentuan yang ditentukan orang tuaku. Salah satu contohnya, tak lain dan tak bukan yaitu pacaran (labil idiot -_-). Biasalah kan namanya anak remaja pasti pengen rasain yang namanya cinta-cintaan. Tapi sebenarnya dulu aku belum berpikir kearah situ sih, semua itu bermula gara-gara ada yang mau (wah, berarti dulu ngak ada yang mau, haha). Singkat cerita aku pacaran, trus putus (kasihan banget ya kamu), pacaran lagi putus lagi (udah, jangan kebanyakan, stop untuk fase kedua).

Fase ketiga : Tahap ini adalah ketika aku mulai mencari pelampiasan dari apa yang telah aku lakukan. Pelarian dari penyesalan (maksudnya?). Maksudnya gini, pacaran itu kan dilarang sama mapa (mama papa), nah saat pacaran, putus. Setelah putus sakit hati. Kalau sudah sakit hati pasti menyesal kenapa mau pacaran. Kalau sudah menyesal pasti harus dilampiaskan supaya hatinya lega. Namun, BIASANYA, dalam menghadapi penyesalan, anak remaja itu akan memilih jalan yang jalannya itu tidak jauh beda dengan apa yang disesalkannya. Ada yang memilih cari pacar lagi, tapi jatuhnya ya malah makin nggak beres, ada yang milih ngelakuin hal-hal aneh yang semakin brutal. Hehe, tapi kalau aku nggak mau aneh-aneh banget lah. Aku memilih untuk mencoba batang putih beracun yang kalau ngak salah nih, namanya itu rokok :D

Fase keempat : Ini bagian yang paling aku suka. Di bagian ini, saat dimana aku mulai membuka lebar mata dan pikiranku. Saat ketika aku mulai bisa mengendalikan hormon remajaku. Saat aku bisa mengerti dengan situasi yang aku alami. Saat dimana aku mulai berpikiran jauh kedepan. Berusaha untuk maju lebih dari yang sekarang. Intiya, aku mengerti apa yang terjadi padaku. Ternyata semua fase itu gara-gara kelakuan hormon remajaku. It's ok, itu normal kok, wajar, namanya juga remaja (halah, pembelaan).

Semua fase itu aku alami. Kini, aku berada di fase keempat. Tidak menutup kemungkinan akan ada fase-fase lain yang bermunculan.
Aku nggak begitu yakin, semua remaja mengalami fase seperti aku itu. Menurutku, setiap remaja itu punya cara sendiri untuk mengembangkan dirinya, untuk menyelesaikan masalahnya, untuk membahagiakan dirinya dan untuk menemukan dirinya sendiri. Fase mereka pasti berbeda. Ada yang banyak ada yang sedikit. Dan mungkin, sampai saat ini ada yang belum mendapatkan fasenya itu.

Hai para remaja, beruntunglah kalian yang sudah mengalami berbagai fase peralihan. Karna, semakin cepat mendapatkannya, semakin cepat pula kalian menemukan diri kalian.

Salam remaja tangguh :D

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maafkan Penulis karna sedang melewati masa-masa kritis

Waktu kembali meminta ragaku dan ragamu saling menjauh. Perlahan hati ini mulai mencari jalannya sendiri. Mulai meniti kesedihan yang pernah terukir. Sempat aku menyesal memulai kisah yang hampir sempurna ini. Hati ini kembali menggetarkan pipi. Mengundang tangis yang hampir saja mereda. Mata ini melihat sesosok rasa yang mencoba disembunyikan. Sia sia. Rasa itu mengoyak keluar. Menggores hati yang selama ini mencoba mengekang. Kini rasa itu menghancurkan segalanya. Malam ini aku kembali menjerit dalam doa. Tangisku tumpah turun membasahi penutup shalatku. Doa yang terpanjatkan lebih terdengar seperti lolongan minta tolong. Ini titik terlemahku. Aku baru saja bertemu kembali dengan dia yang entah masih aku cinta atau tidak. Pertemuan singkat namun mampu membuatku kembali harus membangun benteng pertahanan. Kalau boleh aku meminta, aku tidak ingin pertemuan kemarin terjadi. Air mataku semakin deras turunnya. Kembali aku mengusap air mata ini. Menahan rasa sesak ya...

22 Agustus 2012

Ku melihatnya di.bawah, mengambil sebuah cincin, berwarna biru. Aku berteriak “maling”!!! Dia mendatangi.ku. “Kenapa?” kata.ku. Dia menunjuk sebuah foto. “Itu ayahmu yah, kalo dia kenapa-kenapa gmna yah?” “Kau mau apain ayah.ku, nda akan bisa kau apa-apain dia, kau tu Tar, knpa juga kau begitu, mau sampai kapan kau begini. Senang.kah kau dibicarakan orang, senang kau dibenci sama orang, sudahlah Tar, tua bha sudah kita nie.” Aku terdiam sejenak, mengambil napas panjang, dan tanpa aku sadari aku mengatakannya.  “Sebenarnya aku tu sayang bha sama kau Tar (wajahnya terlihat kaget), tapi ya…” Mata.ku terbuka. Aku terdiam. Wajahnya masih ku ingat jelas, hingga aku menuliskan ini, senyum kagetnya itu masih terasa berada di depanku. *Tar = Muktar *Muktar = Temen SDku yang pernah aku suka waktu itu, dan sekarang dia sudah berada ditempat yang berbeda. I hope he Rest In Peace :)

Aku Kembali dari Kematian Pikiranku

Aku tidak tahu kapan tepatnya aku mulai melupakan sisi diri ku yang senang menulis. Ya seperti saat ini, hari ini tanggal 17 November 2024 Tuhan mengajakku bernostalgia dengan membawa ku kembali ke masa itu. Masa dimana aku mampu menikmati hidup, merenungi setiap hal dan kejadian, mengistimewakan setiap momen yang terjadi dan tidak tau bagaimana rasanya kelelahan.  Hari ini, Tuhan mengajarkan aku bahwa beberapa tahun kebelakang adalah tanda bahwa aku hanyalah manusia. Manusia adalah tempat lupa dan lalai. Begitupun aku, yang lupa apa yang membuat aku hingga sampai disini. Ingin rasanya aku segera rangkum semuanya, tapi kalau seperti itu, aku akan melewatkan momen spesialnya dari setiap kejadian. “ Karna tidaklah terjadi suatu kejadian agar bisa kita petik hikmahnya ” ini adalah kalimat yg membayangi ku beberapa hari terakhir. Selalu terngiang dan membuatku terasa sangat sesak beberapa hari ini. Apakah mungkin karna ini? Karna Tuhan ingin aku kembali menuliskan semua momen itu untuk...