Pagi ini aku menemukan tulisan yang telah lama aku buat disalah satu folderku
14 Oktober 2013
Aku adalah mahasiswi di UMS jurusan Kesehatan Masyarakat yang sekarang memasuki semester 2. Aku berasal dari daerah perbatasan Indonesia-Malaysia. Nunukan, Kalimantan Timur tepatnya. Solo adalah kota keduaku. Sebagai pendatang, banyak sekali yang tidak aku ketahui tentang Solo. Beruntung, aku disini tinggal bersama keluarga dari ayahku. Sedikit demi sedikit aku mulai mengenal Solo. Berbagai adaptasi pun aku lakukan demi kenyamananku sendiri.
Adaptasi pertama yang harus aku lakukan adalah bisa membaur dengan masyarakat sekitar lingkungan rumahku Kartotiyasan RT 6/4, Kratonan. Ku akui, orang-orang disini sangat berbeda jauh dengan orang-orang yang ada di daerahku. Disini orang-orangnya ramah. Selalu tersenyum bila berpapasan denganku. Terlebih lagi dengan para muda-mudinya. Walaupun mereka seumuran, rasa menghargai satu sama lain masih terasa hangat. Berbeda dengan teman-temanku dulu. Dalam keadaan bercanda atau serius, kata-kata kasar tak pernah lupa untuk dilontarkan.
Pada suatu hari ada kejadian lucu yang tak akan pernah aku lupakan. Pagi itu, aku menemani bude untuk menjaga warung. Kemudian ada seorang bapak-bapak yang mengajakku berbicara dengan bahasa Jawa. Dengan muka bingung dan tersenyum malu, aku mengatakan bahwa aku tidak mengerti apa yang ia katakan. Dia bertanya, kali ini memakai bahasa Indonesia
“Memangnya kamu asalnya mana ? Kok bisa ngak tau bahasa Jawa ?”
14 Oktober 2013
Aku adalah mahasiswi di UMS jurusan Kesehatan Masyarakat yang sekarang memasuki semester 2. Aku berasal dari daerah perbatasan Indonesia-Malaysia. Nunukan, Kalimantan Timur tepatnya. Solo adalah kota keduaku. Sebagai pendatang, banyak sekali yang tidak aku ketahui tentang Solo. Beruntung, aku disini tinggal bersama keluarga dari ayahku. Sedikit demi sedikit aku mulai mengenal Solo. Berbagai adaptasi pun aku lakukan demi kenyamananku sendiri.
Adaptasi pertama yang harus aku lakukan adalah bisa membaur dengan masyarakat sekitar lingkungan rumahku Kartotiyasan RT 6/4, Kratonan. Ku akui, orang-orang disini sangat berbeda jauh dengan orang-orang yang ada di daerahku. Disini orang-orangnya ramah. Selalu tersenyum bila berpapasan denganku. Terlebih lagi dengan para muda-mudinya. Walaupun mereka seumuran, rasa menghargai satu sama lain masih terasa hangat. Berbeda dengan teman-temanku dulu. Dalam keadaan bercanda atau serius, kata-kata kasar tak pernah lupa untuk dilontarkan.
Pada suatu hari ada kejadian lucu yang tak akan pernah aku lupakan. Pagi itu, aku menemani bude untuk menjaga warung. Kemudian ada seorang bapak-bapak yang mengajakku berbicara dengan bahasa Jawa. Dengan muka bingung dan tersenyum malu, aku mengatakan bahwa aku tidak mengerti apa yang ia katakan. Dia bertanya, kali ini memakai bahasa Indonesia
“Memangnya kamu asalnya mana ? Kok bisa ngak tau bahasa Jawa ?”
“Saya dari Kalimantan pak. Disini baru 3 mingguan. Jadi belum ngerti.”
“Oh, Kalimantan toh. Kalimantannya mana ?”
“Kalimantan Timur pak.”
“Balikpapan ya ?”
“Bukan pak. Tapi Nunukan. Daerah perbatasan Indonesia-Malaysia” Palingan ngak tau, seperti kejadian-kejadian sebelumnya, kataku dalam hati.
“Nunukan itu dimana ? Masih Indonesia? Ada dalam peta ngak ?
Nah, iyakan. Pasti ngak tau.
“Iya pak, masih Indonesia kok. Ada, tapi kecil, ngak kelihatan kalau dipeta.” Kataku sambil menahan tawa.
Waktu berlalu, adaptasiku berhasil dengan sukses. Aku mulai ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang diadakan disekitar rumah. Salah satunya ketika merayakan maulid nabi.
Minggu, 3 Februari 2013.
Semakin lama aku di Solo, banyak hal yang membuatku sangat terkesan. Bukan hanya karna masyarakatnya, berbagai jenis makanannya yang tak pernah aku jumpai di daerahku juga turut membantu. Dari nasi kucing yang namanya bisa membuatku tertawa. Sampai nasi liwet yang paling aku suka. Harganya yang berbeda jauh dengan harga makanan di daerah asalku juga memiliki kesan tersendiri, maklumlah anak kuliahan yang jauh dari orang tua, bersyukur sekali dengan keadaan ini. Disini dengan uang 6000 rupiah, aku sudah bisa makan nasi goreng yang enak dan yang pasti kenyang. Tapi kalau di tempatku dulu, 6000 itu cuma dapat mie goreng telor.
Walaupun begitu, ada satu hal yang sangat disayangkan dengan kota Solo ini. Saat itu aku mempunyai tugas kuliah. Aku butuh bahan untuk menulis laporan. Aku berpikir untuk pergi ke perpustakaan kota. Sungguh aku tak sabar untuk sampai disana. Bayangan perpusatakaan kota Solo yang sungguh indah menari-nari dibenakku. Aku yakin, perpusatakaan Solo pasti lebih besar dari perpusatakaan Nunukan tempat biasa aku menghabiskan waktuku bersama sahabat-sahabatku. Dengan berbekal peta buatan pakdeku, aku pergi kesana. Walaupun beberapa kali nyasar, niatku tetap kuat. Tapi, hasil yang aku dapatkan tidak seperti apa yang aku bayangkan. Perpustakaan kota Solo sangat jauh berbeda dari bayanganku. Ternyata disisi lain, Nunukan lebih baik, membuatku sedikit bangga sekaligus sedih. Mengapa kota Solo yang begitu maju mempunyai perpustakaan yang tidak ada apa-apanya dibandingkan perpustakaan Nunukan ? Di daerah perbatasan seperti Nunukan yang menurutku , mereka masih berlari untuk mengejar ketertinggalan dari daerah lain memiliki perpustakaan yang sangat nyaman dan terawat. Aku disini sebagai pendatang, hanya ingin memberikan masukan untuk pemerintah kota Solo, harap diperhatikan perpusatakaan kota. Buatlah perpustakaan yang besar, nyaman dan terawat, sehingga para pelajar di kota ini, bisa menghabiskan waktu mereka dengan cara yang bermanfaat.
Tapi, aku salut dengan pemkot Solo. Solo memiliki taman-taman kota yang indah. Taman-taman yang tidak aku temui di daerah asalku. Kegiatan CFD setiap minggu juga menambah kekagumanku. Gara-gara CFD, kegiatan pagiku bertambah satu. Bersepeda rame-rame disepanjang Jalan Slamet Riyadi (yah, walaupun ngak setiap minggu sih).
Tak terasa, kira-kira sudah 6 bulan aku di Solo. Banyak hal yang bisa aku pelajari disini. Banyak hal yang tak pernah aku dapatkan, dan aku mendapatkannya disini. Rasanya aku mulai mencintai Solo, kota kelahiran ayahku.
“Balikpapan ya ?”
“Bukan pak. Tapi Nunukan. Daerah perbatasan Indonesia-Malaysia” Palingan ngak tau, seperti kejadian-kejadian sebelumnya, kataku dalam hati.
“Nunukan itu dimana ? Masih Indonesia? Ada dalam peta ngak ?
Nah, iyakan. Pasti ngak tau.
“Iya pak, masih Indonesia kok. Ada, tapi kecil, ngak kelihatan kalau dipeta.” Kataku sambil menahan tawa.
Waktu berlalu, adaptasiku berhasil dengan sukses. Aku mulai ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang diadakan disekitar rumah. Salah satunya ketika merayakan maulid nabi.
Minggu, 3 Februari 2013.
Ini adalah foto saat aku ikut berpartisipasi dalam acara maulid di daerah sekitar rumahku.
Walaupun begitu, ada satu hal yang sangat disayangkan dengan kota Solo ini. Saat itu aku mempunyai tugas kuliah. Aku butuh bahan untuk menulis laporan. Aku berpikir untuk pergi ke perpustakaan kota. Sungguh aku tak sabar untuk sampai disana. Bayangan perpusatakaan kota Solo yang sungguh indah menari-nari dibenakku. Aku yakin, perpusatakaan Solo pasti lebih besar dari perpusatakaan Nunukan tempat biasa aku menghabiskan waktuku bersama sahabat-sahabatku. Dengan berbekal peta buatan pakdeku, aku pergi kesana. Walaupun beberapa kali nyasar, niatku tetap kuat. Tapi, hasil yang aku dapatkan tidak seperti apa yang aku bayangkan. Perpustakaan kota Solo sangat jauh berbeda dari bayanganku. Ternyata disisi lain, Nunukan lebih baik, membuatku sedikit bangga sekaligus sedih. Mengapa kota Solo yang begitu maju mempunyai perpustakaan yang tidak ada apa-apanya dibandingkan perpustakaan Nunukan ? Di daerah perbatasan seperti Nunukan yang menurutku , mereka masih berlari untuk mengejar ketertinggalan dari daerah lain memiliki perpustakaan yang sangat nyaman dan terawat. Aku disini sebagai pendatang, hanya ingin memberikan masukan untuk pemerintah kota Solo, harap diperhatikan perpusatakaan kota. Buatlah perpustakaan yang besar, nyaman dan terawat, sehingga para pelajar di kota ini, bisa menghabiskan waktu mereka dengan cara yang bermanfaat.
Tapi, aku salut dengan pemkot Solo. Solo memiliki taman-taman kota yang indah. Taman-taman yang tidak aku temui di daerah asalku. Kegiatan CFD setiap minggu juga menambah kekagumanku. Gara-gara CFD, kegiatan pagiku bertambah satu. Bersepeda rame-rame disepanjang Jalan Slamet Riyadi (yah, walaupun ngak setiap minggu sih).
Tak terasa, kira-kira sudah 6 bulan aku di Solo. Banyak hal yang bisa aku pelajari disini. Banyak hal yang tak pernah aku dapatkan, dan aku mendapatkannya disini. Rasanya aku mulai mencintai Solo, kota kelahiran ayahku.
Komentar
Posting Komentar