Langsung ke konten utama

27 Agustus 2012

Pagi tadi kehidupanku mulai berbeda. Membantu bude menjaga warung.
Disini aku melihat sisi lain dari kehidupan. Kehidupan yang sangat berbeda dengan kehidupanku. 

Sisi lainnya tentang cara mendapatkan penghidupan. Selama ini, aku tak pernah melihat secara langsung sulitnya mencari uang. Yang aku lihat disana, ibu dan ayahku mencari uang dengan cara yang biasa yang dilakukan sebagai pegawai negri. Menjalankan kewajiban, setiap bulan gajian, tunjangan ini itu dan ditambah lagi ibuku juga berpendapatan sebagai guru les harian. Tak ada yang isitimewa. Namun, dari hasil itu, orang tuaku bisa membangun sebuah rumah yang cukup besar dan membuatku bisa sampai di Solo untuk kuliah.

Tapi disini, aku mendapatkan pengajaran yang tak pernah aku dapatkan selama disana. Disini aku melihat, bagaimana susahnya mencari pendapatan sebagai seorang pengusaha pedagang koran sekaligus pedagang makanan. 

Semua itu cukup mengesankanku. Membuatku bepikir, jika aku terlahir dengan keadaan seperti itu, apakah aku akan berada disini ? Apakah aku bisa sekuat mereka ?

Mungkin memang benar, apapun yang kita dapatkan sekarang adalah berkah dan yang pasti, terbaik buat kita. Semua ini membuatku belajar, berusaha untuk tidak menyia-nyiakan apa yang telah aku dapatkan. Memang, hidup.ku disana tidak seistimewa disini. Tapi aku yakin, diluar sana pasti banyak yang berkata, betapa beruntungnya aku.

Ya Allah, terima kasih Engkau melahirkanku dengan kehidupan seperti ini. Hanya dengan semua ujianmu itulah, Kau bisa membedakan derajat kami dengan hambamu yang lain. Tak peduli, pegawai atau pengusaha.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maafkan Penulis karna sedang melewati masa-masa kritis

Waktu kembali meminta ragaku dan ragamu saling menjauh. Perlahan hati ini mulai mencari jalannya sendiri. Mulai meniti kesedihan yang pernah terukir. Sempat aku menyesal memulai kisah yang hampir sempurna ini. Hati ini kembali menggetarkan pipi. Mengundang tangis yang hampir saja mereda. Mata ini melihat sesosok rasa yang mencoba disembunyikan. Sia sia. Rasa itu mengoyak keluar. Menggores hati yang selama ini mencoba mengekang. Kini rasa itu menghancurkan segalanya. Malam ini aku kembali menjerit dalam doa. Tangisku tumpah turun membasahi penutup shalatku. Doa yang terpanjatkan lebih terdengar seperti lolongan minta tolong. Ini titik terlemahku. Aku baru saja bertemu kembali dengan dia yang entah masih aku cinta atau tidak. Pertemuan singkat namun mampu membuatku kembali harus membangun benteng pertahanan. Kalau boleh aku meminta, aku tidak ingin pertemuan kemarin terjadi. Air mataku semakin deras turunnya. Kembali aku mengusap air mata ini. Menahan rasa sesak ya...

22 Agustus 2012

Ku melihatnya di.bawah, mengambil sebuah cincin, berwarna biru. Aku berteriak “maling”!!! Dia mendatangi.ku. “Kenapa?” kata.ku. Dia menunjuk sebuah foto. “Itu ayahmu yah, kalo dia kenapa-kenapa gmna yah?” “Kau mau apain ayah.ku, nda akan bisa kau apa-apain dia, kau tu Tar, knpa juga kau begitu, mau sampai kapan kau begini. Senang.kah kau dibicarakan orang, senang kau dibenci sama orang, sudahlah Tar, tua bha sudah kita nie.” Aku terdiam sejenak, mengambil napas panjang, dan tanpa aku sadari aku mengatakannya.  “Sebenarnya aku tu sayang bha sama kau Tar (wajahnya terlihat kaget), tapi ya…” Mata.ku terbuka. Aku terdiam. Wajahnya masih ku ingat jelas, hingga aku menuliskan ini, senyum kagetnya itu masih terasa berada di depanku. *Tar = Muktar *Muktar = Temen SDku yang pernah aku suka waktu itu, dan sekarang dia sudah berada ditempat yang berbeda. I hope he Rest In Peace :)

Aku Kembali dari Kematian Pikiranku

Aku tidak tahu kapan tepatnya aku mulai melupakan sisi diri ku yang senang menulis. Ya seperti saat ini, hari ini tanggal 17 November 2024 Tuhan mengajakku bernostalgia dengan membawa ku kembali ke masa itu. Masa dimana aku mampu menikmati hidup, merenungi setiap hal dan kejadian, mengistimewakan setiap momen yang terjadi dan tidak tau bagaimana rasanya kelelahan.  Hari ini, Tuhan mengajarkan aku bahwa beberapa tahun kebelakang adalah tanda bahwa aku hanyalah manusia. Manusia adalah tempat lupa dan lalai. Begitupun aku, yang lupa apa yang membuat aku hingga sampai disini. Ingin rasanya aku segera rangkum semuanya, tapi kalau seperti itu, aku akan melewatkan momen spesialnya dari setiap kejadian. “ Karna tidaklah terjadi suatu kejadian agar bisa kita petik hikmahnya ” ini adalah kalimat yg membayangi ku beberapa hari terakhir. Selalu terngiang dan membuatku terasa sangat sesak beberapa hari ini. Apakah mungkin karna ini? Karna Tuhan ingin aku kembali menuliskan semua momen itu untuk...