Aku ingin menuliskan beberapa hadiah indah yang telah Allah berikan kepadaku. Agar aku selalu ingat, betapa Allah telah sangat baik kepadaku :)
- Dia memberiku kesempurnaan tubuh. Anggota tubuh yang lengkap, tinggi, kulit coklat, rambut hitam, mata coklat (menurutku :D), nda gemuk nda kurus (sebenarnya kurus, tapi nda juga sih, ideal.lah :D), hidung mancung (sedikit), jari-jari yang panjang (ntar aku ceritain deh, mengapa jari panjang itu sempurna menurut.ku) dan masih banyak lagi.
- Dia menurunkanku dikeluarga yang mampu. Mampu membiayai dan memenuhi semua kebutuhanku. Mampu mendidikku hingga aku berada disini.
- Dia memberiku anugrah. Anugrah yang membuatku memiliki kemampuan lebih dibandingkan teman-temanku. Saat SD, Dia memberiku kebanggaan. Mempercayaiku untuk selalu menjadi peringkat 1 dikelasku.
- Dia memberikanku piala kemenangan. Menjelang UAN SD, aku selalu meminta kepada-Nya dan berusaha untuk menjadi yang terbaik. Akhirnya, aku lulus dengan nilai tertinggi se-Kabupaten Nunukan.
- Dia memberiku kesempatan. Aku berkesempatan untuk mewakili sekolah dan kabupatenku dalam olimpiade SAINS tingkat SMP di Samarinda. Aku mewakili dalam bidang biologi. Walaupun disana kami (Aku, Amma, Wirda, Ikhsan, 2 orang yang lain aku lupa namanya, maaf ya :D) tidak berhasil. Tapi, banyak pengalaman yang kami dapatkan dan tak akan pernah terlupakan.
- Dia memberiku kebanggaan. Kebanggaan untuk mewakili provinsiku Kalimantan Timur diajang cerdas cermat KADARKUM di Jakarta. Untuk pertama kalinya, aku ke Jakarta dan bagian terbaiknya adalah itu semua aku raih dengan usahaku sendiri.
Aku juga ingin menuliskan beberapa hadiah yang tidak aku inginkan. Hadiah yang meneteskan air mata, menyesakkan dan menyakitkan.
- Dia menurunkanku dikeluarga yang tidak terlalu hangat. Memang sih ngak terlalu bagus untukku, tapi dari sini aku belajar menjadi kuat. Kuat? Iya kuat. Kuat ketika aku sadar kalau aku harus menyelesaikannya sendiri, mencari cinta untuk diriku sendiri. Mencari mana yang sebenarnya peduli dan tidak. Tahu mana yang harus aku contoh dan tidak. Tahu mana yang sebenarnya aku jaga dan aku acuhkan. Pernah dengar kata-kata ini
*Keluarga adalah tempat pertama seseorang untuk belajar*
Dulu sih aku nggak terlalu memperdulikan kata-kata itu. Karna menurutku, kita bisa belajar dari lingkungan luar. Tapi, entahlah, setelah aku semakin lama memperhatikan hidupku, ternyata benar. Dari keluarga aku belajar banyak hal. Dari keluarga aku bisa belajar apa arti cinta, arti peduli, arti kejujuran, arti pelukan, arti pukulan, arti diam, arti marah, arti takut dan arti kehilangan. Ngak gampang untuk bisa belajar sebanyak itu. Butuh yang namanya pengorbanan dan proses yang panjang. Butuh yang namanya rasa sakit, kecewa, menangis, marah, depresi. Yah, memang seperti itulah keadaanya, aku tidak melebih-lebihkan. Itu benar-benar aku alami. Sebenarnya, aku takut untuk mengetahui kebenaran. Aku takut membenci. Aku pernah berpura-pura tidak tahu, mencoba lari dari kenyataan. Tapi, itu tidak berlangsung lama. Hatiku tak sanggup. Tidak sanggup untuk terus bersembunyi. Lalu ada seseorang yang membantuku. Membantuku keluar dari jalurku. Membantu untuk menyelesaikan ini semua. Dia membuatku menemukan sosok lain di diriku. Sosok yang lebih kuat dari biasanya. Sosok yang lebih acuh, lebih berani. Terkadang, kita perlu bantuan orang lain untuk menemukan hal lain yang bisa kita lakukan.
Dan, semakin kesini, semakin aku besar, aku bangga bisa dilahirkan dikeluarga ini. Aku beruntung bisa mendapat pelajaran yang ngak semua orang bisa dapatkan. Untung saja aku bisa mengambil hikmah baiknya, untung saja aku masih diberi keimanan oleh Allahku. Jika tidak, aku tak tahu apa yang terjadi padaku sekarang. It's serious !
- Dia memberiku cinta. Cobaan terberat kedua setelah bisa mengalahkan diri sendiri adalah mengalahkan hati. Cinta itu anugrah. Cinta itu indah bagi yang bisa menggunakannya. Dulu, ketika selalu mendengar berita ada remaja SMA yang bunuh diri karna ditinggal pacarnya aku selalu tertawa. Dengan gampangnya aku selalu berkata seperti ini
"Bodok betul jadi orang bah, masak juga pake bunuh diri segala, macam apa saja, macam aja nda ada cewe lain"
Tapi, semua itu berubah semenjak aku mengenal yang namanya cinta. Dulu, aku ngak tau cinta itu apa, soalnya ngak pernah terlintas sedikit pun dibenakku. Aku lupa, sejak kapan aku berkenalan dengan cinta. Aku lupa sejak kapan aku mulai berani bermain-main dengan cinta (yang pastinya, sejak SMA, wajarlah ya :D). Permainan yang membuatku tersesat di permainanku sendiri. Aku menyesal, sungguh menyesal. Kenapa aku harus mengenal cinta secepat ini. Tapi, sekarang aku bersyukur, Allah memberiku pelajaran tentang cinta diawal-awal seperti ini. Dengan begitu, ketika saatnya tiba, aku sudah punya pegangan untuk berkenalan dengan cinta yang lain.
Namun, tak hanya itu yang bisa aku petik hikmahnya. Ketika aku berkenalan dengan cinta, banyak hal yang aku mengerti. Hal-hal yang selama ini aku pertanyakan pun terjawab. Salah satunya, kenapa ada orang yang bunuh diri gara-gara cinta. Jawabannya simpel. Karena sebenarnya dia tidak mampu, tidak kuat untuk menerima cinta. Hehe, aku pernah seperti itu. Setiap orang yang benar-benar merasakan cinta, pasti pernah merasakannya. Dan menurutku itu hal yang wajar. Cinta itu datang tiba-tiba. Kalau cinta datang, kebahagiaan dan kesedihan juga akan datang bersamaan. Kita ikhlas menerimanya kan. Tau konsekuensinya seperti apa. Nah, ketika cinta itu pergi, kita juga harus ikhlas merelakannya. Jika tidak, maka akan terjadi hal-hal diluar pikiran/bayangan kita. Seperti bunuh diri. Orang yang bunuh diri itu juga ngak bakalan nyangka kalau dia itu bisa-bisanya bunuh diri hanya gara-gara masalah cinta. Tapi, seperti itulah cinta, jika kita tidak kuat, kita pasti langsung game over. Loser.
Selama aku kenal cinta, aku bahagia. Bahagia karna aku menikmati cinta. Tapi, disaat cinta itu mulai tidak bersahabat, aku sakit. Sakit karna aku terlalu terlena dengan cinta. Ketika sakit ini sudah tak lagi bisa diobati, aku memutuskan menyerah. Aku kalah. Tapi, kalah dengan cara yang terhormat. Mengapa terhormat? Karena, ketika cinta itu mulai tidak bersahabat, aku berusaha membuatnya menjadi sahabat. Waw, tidak semudah itu. Prosesnya itu lama sekali. Ingat, seperti yang aku bilang tadi, kita harus ikhlas merelakan cinta, tapi disini, posisiku adalah menyerah dan kalah. Ketika kita kalah dengan cinta, kita tidak membiarkannya pergikan? Nah, selama proses itu, kita harus menahan beban cinta yang semakin lama semakin memenuhi dada. Menyesakkan nafas kita. Ternyata, kalah terhormat itu juga sakit, susah. Sampai saat ini, ketika aku menuliskan ini, misiku itu belum tertulis 100 % Complete . Aku masih berjuang untuk kalah terhormat. Dan, dengan pernah hadirnya cinta dihidupku, semakin memberiku pelajaran berharga. Hadiah bukan? Allah itu baikkan? Sangat baik.
Komentar
Posting Komentar